Tinkerbell Blue Glitter Wings

Selasa, 07 Januari 2014

Sherlock Holmes dan Hercule Poirot


SHERLOCK HOLMES


HERCULE POIROT
















Di dunia novel detektif ada dua karakter terkenal yaitu Sherlock Holmes dan Hercule Poirot. Kedua karakter tersebut merupakan ciptaan pengarang Inggris yaitu Sir Arthur Conan Doyle dan Agatha Christie.

Baik Mr. Holmes maupun Mr. Poirot keduanya sangat jenius (tentu saja pengarangnya lbh hebat dong). Mereka mampu menyelesaikan kasus-kasus yang tak terpecahkan. Ketika semua polisi atau detektif dari Scotland Yard angkat tangan maka mereka mampu mengungkapkan teka-teki modus kejahatan dengan brilian.


Ada beberapa kesamaan di antara keduanya :
1. Mereka cemerlang sebagai detektif. 
2. Mereka berdua senang menghisap tembakau dengan pipa. 
3. Mereka tidak menikah (jangan2 ini nih yg bikin hebat ). 
4. Sama-sama memiliki teman setia, Sherlock Holmes dengan Dr. Watson sedang Hercule Poirot dengan Arthur Hasting. Dan keduanya beroperasi di Inggris.

Namun ada beberapa perbedaan di antara mereka berdua. Sherlock Holmes berperawakan normal sebagaimana rata-rata orang Inggris sedang Hercule Poirot berbadan pendek dengan kumis kebanggaannya yang panjang. Sherlock berasal dari Inggris sedang Hercule kelahiran Belgia.

Namun yang paling penting diamati ialah cara mereka berpikir atau metode yang dipilih dalam mengungkap suatu kasus. Ketika memecahkan teka-teki suatu kasus, Sherlock Holmes sangat aktif. Dia tidak puas hanya mengandalkan keterangan dari para saksi maupun korban. Dia harus ke lapangan mengumpulkan fakta dan data bagaimanapun caranya, biasanya dengan cara yang cerdas pula. Sering sekali Sherlock Holmes melakukan penyamaran yang canggih, bahkan dia tidak mengharamkan adu fisik. Dengan hasil kerja kerasnya, Mr. Holmes merekonstruksi peristiwa kriminal dengan tepat dan tak disangka-sangka oleh detektif manapun. Itulah sebabnya mengapa sosok Sherlock Holmes sering digambarkan dengan kaca pembesar di tangannya. Dia sangat peduli dengan detai-detail yang orang lain tidak memperhatikannya. Tidak puas dengan itu semua, dia juga terkadang harus merekayasa suatu jebakan canggih dan membuat tersangka terperangkap. Sebagai tambahan di masa mudanya Sherlock Holmes pernah mengambil mata kuliah kedokteran, selama kuliah dia kerap kali melakukan berbagai eksperimen.

Hercule Poirot. Seorang perfeksionis, segala sesuatu di sekelilingnya termasuk pakaian harus teratur. Dia akan sangat terganggu jika melihat ada lukisan yang terpasang miring di dinding atau letak barang-barang yang tidak simetris. Semua harus serba rapi, tidak ada penyimpangan kecil bisa terlewatkan oleh mata Mr. Poirot. Itulah kunci kesuksesannya. Dia bisa menemukan kejanggalan dari keterangan pelaku walaupun sangat tersamar padahal detektif lainnya tidak menemukan apa-apa. Satu hal yang membedakan dengan Sherlock Holmes, Hercule Poirot bukanlah anjing pelacak yang mengendus-endus jalanan untuk mencari jejak. Dia lebih senang duduk di kursi santai sambil menghisap tembakau untuk mengaktifkan sel abu-abu yang ada di otaknya. Dia yakin kunci kecerdasan manusia ada pada sel abu-abu di otak. Sedang yang menjadi alat utama dalam pengungkapan suatu kasus adalah psikologi, Hercule sangat terampil untuk membedakan orang yang berbakat menjadi pembunuh dan yang tidak.

Sekarang kita mempunyai dua contoh cara berpikir atau cara menyelesaikan masalah. Setiap manusia memiliki keunikannya masing-masing. Begitu pula dalam hal berpikir dan berproses. Namun terus terang aku meragukan keefektivan dari metode Hercule Poirot bagi orang biasa atau orang kebanyakan. Barangkali memang ada orang dengan kecerdasan luar biasa seperti Hercule Poirot sehingga dia bisa menjawab semua persoalan di kursi malasnya sambil menghisap cerutu. Akan tetapi ternyata proses berpikir tidak hanya duduk santai sambil merenung, kita harus bergerak aktif dan melakukan eksperimen untuk membuktikan atau menjawab suatu hal. Tangan kita harus aktif menulis dan mencorat-coret. Kaki kita harus selalu digerakkan menuju tempat yang menjanjikan suatu jawaban. Persoalan tidak akan selesai hanya dengan dilihat dan direnungkan.

Aku sudah lumayan banyak membaca novel Sherlock Holmes dan Hercule Poirot, dan aku sangat suka membandingkan kedua detektif ini :D

yg pertama soal kedalaman cerita, bagiku kisah sherlcok holmes terlalu to the point. biasanya ada suatu kasus, sherlock holmes kemudian mulai menyelidiki ke TKP atau mewawancarai orang2 yg bersangkutan, sherlock holmes menemukan pemecahan masalahnya dan kasus pun selesai. kisah nya tidak membuatku penasaran. tapi tetap saja aku mengagumi Mr.Holmes ini karena metode pemecahan masalahnya yg sangat hebat.
sedangkan kisah Hercule Poirot,menurutku lebih baik. Latar belakang, masalah pribadi, dan karakter dari setiap tersangka digali dari percakapan-percakapan. Banyak kejadian yg tersebar, seperti korban yang terbunuh bertambah di tengah penyelidikan, atau semua orang berbohong dalam memberikan keterangan. Agatha Christie lebih memberikan ruang pada pembacanya untuk berpikir, dan menebak. Agatha christie tidak akan memberikan pemecahan masalahnya sebelum kita membaca sampai ke halaman terakhir. karena itulah aku selalu penasaran jika membaca kisah Mr.Poirot, aku tidak akan berhenti membaca sampai kasus itu terpecahkan.

Kedua adalah soal momen analisis, yaitu momen sakral dimana semua orang diam untuk mendengarkan sang detektif menjabarkan analisisnya. Sherlock Holmes hampir tidak memberikannya, dia seperti asyik sendiri dengan kecerdasannya. Hercule Poirot menawarkan momen itu, dan dia melakukannya dengan variatif. Kadang di hadapan semua orang, atau di hadapan beberapa tersangka yang bisa diajak bekerjasama, bahkan pernah hanya berdua dengan si pembunuh.

dilihat dari tulisan diatas, jelas sekali aku lebih menyukai Hercule Poirot. tapi itu tergantung selera masing2 jg sih :D akhir kata, jgn ragu utk membaca kedua novel detektif tsb.

1 komentar: